Bagian 1: Awal Kesadaran — Sampah di Sehari-hari Kita
Pagi itu tampak seperti pagi yang biasanya. Matahari menyelinap dari sela-sela jendela dapur lalu menari di atas meja makan yang masih berantakan dengan sisa sarapan.
Aku menggeliat malas lalu menyeret langkah menuju sudut ruangan dimana kantong sampah biasa terduduk. Dan di sanalah aku berhenti, terpana menatap wujudnya.
Kantong sampah itu mengembung berat, dipenuhi warna-warni plastik, kertas, dan sisa makanan. Ia duduk diam, seperti seekor monster kecil yang tumbuh dari sisa-sisa hidupku sehari-hari, menatapku dengan diam. Tatapannya itu menyesakkan dadaku dan membuat pagi ini terasa sangat berbeda.
Untuk pertama kalinya, aku bertanya sungguh-sungguh:
"Ke mana semua ini akan pergi?, Apakah ia akan lenyap begitu saja? Ataukah malah berubah menjadi sesuatu yang diam-diam kembali menghantui kita?"
Menyelami Sampah: Potongan Cerita Kita
Seperti detektif amatir, aku membuka kantong sampah itu untuk melihat isinya.
Ada bungkus nasi goreng dari makan malam tadi. Ada gelas kopi plastik dari kafe langganan. Ada brosur iklan yang bahkan belum sempat kubaca. Ada kantong plastik kecil dari apotek.
Semua itu adalah potongan-potongan kecil dari hidup modernku, namun dalam satu kantong itu juga terkandung sebuah cerita besar tentang dunia ini.
Menurut laporan UNEP tahun 2021, setiap tahun sekitar 11 juta ton plastik berakhir di laut. Jika tren ini terus berlanjut, maka pada tahun 2050 dipastikan jumlah plastik bisa melebihi jumlah ikan di lautan.
Aku bergidik. Aku suka laut. Aku suka ikan-ikan kecil berwarna-warni. Aku suka harum laut yang dibawa angin masuk kedalam rongga dadaku. Tetapi bagaimana mungkin aku mengaku mencintai laut, sementara diam-diam aku turut menganiayanya?
Mikroplastik: Musuh Tak Kasat Mata
Namun ada fakta lain yang membuatku lebih resah—sesuatu yang lebih dekat daripada laut yang jauh di sana.
Menurut laporan The Guardian tahun 2022, para ilmuwan menemukan bahwa mikroplastik kini telah terdeteksi dalam air minum, udara yang kita hirup, bahkan dalam darah manusia.
Mikroplastik adalah fragmen plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, yang berasal dari pecahan plastik besar, microbeads dalam produk kosmetik, dan serat mikro dari pakaian sintetis.
Awalnya aku pikir, mikroplastik hanya tentang pencemaran laut. Ternyata, mereka telah menyusup ke tubuh kita, mengarungi nadi bersama darah kita — melalui setiap tegukan air, setiap hembusan napas, bahkan dari makanan yang kita konsumsi.
Aku membayangkan serpihan-serpihan plastik itu menumpuk perlahan di dalam tubuhku. Mungkin mereka tersembunyi di antara jaringan paru-paru yang dulu bersih, atau mengendap dalam aliran darah yang seharusnya hanya membawa oksigen dan nutrisi.
Aku merasa seakan tubuhku bukan lagi milikku sepenuhnya — sepotong kecil dunia yang tercemar kini ikut hidup di dalam diriku. Aku merasa kehilangan kendali atas sesuatu yang seharusnya paling kuperlakukan dengan penuh hormat, tubuhku sendiri.
Menurut laporan WHO tahun 2019, paparan mikroplastik berpotensi menyebabkan peradangan jaringan, gangguan hormonal, kerusakan sel, hingga meningkatkan risiko penyakit kronis.
Meski penelitian jangka panjang masih berjalan, satu hal menjadi jelas:
Tubuh manusia tidak diciptakan untuk membawa serpihan plastik.
Gas Rumah Kaca yang Lahir dari Sampah
Aku melanjutkan penyelidikanku lebih jauh. Fakta yang kutemukan adalah plastik tidak hanya berakhir di lautan dan di dalam tubuh kita.
Menurut Center for International Environmental Law (CIEL) tahun 2019, produksi plastik global menyumbang sekitar 3,8% dari total emisi karbon dunia. Artinya, plastik berkontribusi langsung terhadap perubahan iklim.
Lebih dari itu, menurut laporan IPCC 2021, sampah organik yang membusuk di tempat pembuangan akhir menghasilkan gas metana, yaitu gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida dalam menjebak panas di atmosfer.
Dengan membiarkan sampah menumpuk, kita bukan hanya mengotori bumi; kita juga mempercepat pemanasan global yang membuat bumi kita semakin panas.
Refleksi di Tengah Kegelisahan
Hari itu, aku merasa kecil. Aku tersadar bahwa aku bukan hanya korban dari sistem yang boros ini. Aku adalah bagian darinya.
Setiap bungkus makanan cepat saji, setiap botol plastik yang kubiarkan, itu adalah ketidakpedulian kecilku yang semuanya berkontribusi pada krisis ini.
Dan mungkin itulah akar masalahnya:
Bukan satu dosa besar, melainkan ribuan keputusan kecil yang diabaikan begitu saja
Mengenal Jalan Zero Waste
Malam itu, pencarian yang aku lakukan menghantarkan pada kata baru: Zero Waste.
Zero Waste bukan sekadar tentang mendaur ulang. Bukan tentang hidup sempurna tanpa sampah. Zero Waste adalah tentang hidup dengan sadar, menolak menghasilkan sampah sejak awal—melalui Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, dan Rot.
Menurut Zero Waste International Alliance, Zero Waste adalah "Konservasi seluruh sumber daya melalui produksi, konsumsi, penggunaan ulang, dan pemulihan produk tanpa pembakaran terbuka atau pembuangan ke tanah, air, atau udara."
Aku membaca pengalaman orang-orang biasa yang mengubah hidup mereka sedikit demi sedikit menuju gaya hidup Zero Waste. Aku tersenyum kecil karena menemukan jalan keluar yaitu mungkin aku tidak perlu menjadi sempurna. Aku hanya perlu sadar.
Aku hanya perlu mulai.
Langkah Pertamaku: Sebuah Tas Kain
Keesokan harinya, aku membawa tas kain ketika berbelanja ke minimarket.
"Plastiknya, Kak?" tanya kasir. Aku menggeleng sambil tersenyum. "Tidak usah, Kak, saya bawa tas sendiri.". Kasir itu terdiam sebentar, lalu membalas senyumku. Sesuatu yang aku lakukan ini mungkin tampak sepele. Tapi di dalam hatiku, ada perasaan kemenangan kecil yang tak bisa kulukiskan.
Satu tas kain. Satu keputusan kecil. Satu percikan harapan.
Penutup: Awal dari Perjalanan
Aku tahu, langkah ini kecil. Aku tahu, aku tidak akan menyelamatkan dunia dalam semalam. Tetapi perjalanan apa pun, bahkan perjalanan seribu mil, selalu dimulai dengan satu langkah kecil. Satu kesadaran. Satu keputusan.
Dan malam itu, aku menutup hari dengan keyakinan: Perjalanan ini baru saja dimulai.
Referensi:
- UNEP Report (2021), From Pollution to Solution: A global assessment of marine litter and plastic pollution.
- The Guardian (2022), Microplastics found in human blood for first time.
- WHO Report (2019), Microplastics in Drinking Water.
- Center for International Environmental Law (CIEL) (2019), Plastic & Climate: The Hidden Costs of a Plastic Planet.
- IPCC Report (2021), Sixth Assessment Report — Climate Change 2021: The Physical Science Basis.
- Zero Waste International Alliance (ZWIA).